Dari GCPL dan NONA SARI Bikin Generasi NTT Bertambah Cerdas, Kuat, dan BAHENOL (Seri 3-Habis)

Joaz Bily Oemboe Wanda, SP – Plt. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT.

Citra News.Com, KUPANG – KALIMAT penjudulan “Nona Sari Bahenol” pada tulisan berseri ini hendaknya tidak dipahami secara harafiah. Agar tidak salah tafsir lalu ambivalen (beragam) dalam menterjemahkanya.

Plt. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Joaz Billy Oemboe Wanda, S.P menegasikan “Nona Sari Bahenol” hanyalah sebuah jargon (istilah) untuk mengkampanyekan sekaligus mengajak masyarakat agar kembali membudidaya pangan lokal.

Berikut portal berita citra- news.com (CNC) melakukan wawancara exclusive dengan Plt. Kadis Pertanian NTT, Billy Oemboe Wanda (BOW) terkait istilah “Nona Sari Bahenol” yang beririsan langsung dengan Gerakan Cinta Pangan Lokal (GCPL) hingga Desa Model Pertanian (DEMO TANI) atau Integrated Farming.

CNC : Apa yang melatari istilah “Nona Sari Bahenol” dalam kaitannya dengan pemanfaatan pangan lokal.

BOW : Kami pakai istilah Nona Sari Bahenol atau Non Nasi Satu Hari Bahagia Sehat Non Kolesterol dengan asumsi misalkan dalam satu minggu untuk satu keluarga tidak usaha konsumsi nasi. Cukup saja makan ubi pisang, atau jagung, sorgum, buah, dan sayuran yang dihasilkan dari kebun sendiri. Maka dari sekian juta penduduk NTT jika saja menggunakan pola makan seperti ini maka dari segi kesehatan sudah dapat menyelamatkan banyak orang dari sakit kolesterol. Lalu dari sisi ekonomi bisa membantu keluarga petani meningkatkan pendapatan keluarga yang didapat dari hasil penjualan pangan lokal.

Hal ini sejalan dengan program Badan Pangan Nasional setelah terbitnya Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Oleh Badan Ketahanan Pangan Nasional telah meratifikasinya untuk kita kembali membudidaya pangan lokal.

Adanya Kepres Nomor 81 Tahun 2024 ini juga menjadi pijakan bagi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT untuk mengelaborasinya lebih masif lagi terhadap pelaksanaan program pembangunan di sektor pertanian di wilayah kabupaten/kota berdasarkan potensi yang dimiliki daerah.

Gerakan Cinta Pangan Lokal (GCPL) NTT menjadi spirit kita untuk kembali membudidaya tanamam petanian dan perkebunan sesuai potensi wilayah. Dan ini butuh kerja kolaboratif dan saling sinergis sehingga bisa menggapai harapan.

See also  Inovasi Pertanian NTT: Dari Pengendalian Hama hingga Peningkatan Produktivitas

Tidak dipungkiri kalau kita-kita yang terlahir di era 60-70an tampak sehat, kuat, dan cerdas. Oleh karena kita dikasih makan oleh orangtua dari pangan lokal berupa, beras merah, jagung, sorgum, pisang, ubi-ubian, kacang, sayuran, dan buah-buahan yang masih natural sifatnya. Bukan mengkonsumsi fresh food atau makanan instan siap saji. Kita harus kembali terbiasa konsumsi bahan makanan dari sumber protein nabati dan hewani yang benar-benar natural.

Hal inilah yang memotivasi kami melahirkan ide dan gagasan yang inovatif untuk kehidupan generasi kita ke depan, agar kembali memanfaatkan pangan lokal. Melalui GCPL dan tidak makan (Non) Nasi Satu Hari (Nona Sari) membuat generasi NTT bertambah cerdas, kuat, dan menjadikan keluarga Bahagia, Sehat, Non Kolesterol (Bahenol).

CNC : Bagaimana hubungan GCPL dengan Swasembada Pangan

BOW : Berbicara soal Swasembada Pangan, ini adalah gerakan nasional. Dan menjadi harapan Presiden Prabowo bahwa NTT salah satu wilayah Lumbung Pangan Nasional. Ada tiga potensi yang jadi sektor andalan dari NTT yakni pertanian, peternakan, dan perikanan. Jika tiga sektor ini berkolaboratif dan digerakkan secara masif maka alhasil kita tidak lagi bergantung dari hasil impor. Bahkan kita bisa mengekspor atau mengantarpulaukan pangan NTT.

Untuk menggapai tujuan ini sudah tentu harus kerja kolaboratif Pentahelix. Agar produktivitas, aksesibilitas, pengolahan hingga hingga pengolahannya berjalan simultan. Karena yang jadi permasalahan kita adalah jumlah produksinya masih minim atau terbatas. Sehingga belum sanggup kita jual keluar NTT, walau pemasaran itu tujuan berikutnya. Tapi yang pasti bahwa kebutuhan untuk konsumsi berkecukupan dan sebagai buffer stock (cadangan pangan) saat paceklik oleh akibat cuaca ekstrim.

CNC : Bagaimana ceritanya hingga ada hubungan sebab akibat (causa prima) antara kebijakan GCPL dan NTT lumbung Pangan Nasional?

BOW : Sebagai wilayah kepulauan daerah-daerah di NTT punya anek ragam potensi. Dengan jumlah penduduk mayoritas petani lalu ditopang dari sisi penganggarannya oleh pemerintah pusat dan daerah maka NTT jadi Lumbung Pangan Nasional bukanlah hal yang mustahil. Dari anggaran yang ada dan dengan menggerakan semua potensi yang dimiliki maka kita tidak lagi belanja barang kebutuhan dari luar NTT. Itu juga salah satu cara kita untuk mencegah capital flight atau uang keluar dari NTT

See also  Pengembangan Usaha Pengolahan Pangan Lokal di NTT: Mengoptimalkan Potensi dengan Bantuan Mesin

CNC : Anda juga punya ide menciptakan Desa Model Pertanian atau DEMO TANI. Bagaimana aplikatifnya di lapangan.

BOW : Benar Demo Tani ini konsep atau ide saya sebagai ASN di Dinas Pertanian Provinsi. Ide ini muncul setelah saya melihat kondisi riil di lapangan bahwa untuk Membangun Pertanian Berkelanjutan sebagai Pilar Ketahanan Pangan, Sosial, dan Ekonomi Nusa Tenggara Timur diperlukan kerja kolaboratif. Kita punya potensi sumber daya alam dan sumber daya petani yang mumpuni. Ini perlu kita gerakkan dari hulu sampai hilir.

Demo Tani yang jadi locus kita di NTT karena ada irisan kemiskinan dan stunting. Maka disitulah kita lakukan kerja kolaboratif pentahelix mulai dari hulu hingga hilir.

Dengan jumlah penduduk NTT sekitar 5,4 juta jiwa dimana sebagian besar adalah petani. Dengan total luasan lahan kering 1,5 juta Hektar. Walaupun kita sadari benar bahwa petani kita yang bekerja di sektor pertanian konvensional sudah berusia diatas 40-50 tahun. Yang saya mau bilang bergeser ke petani milenial jumlahnya sudah berkurang karena mereka lebih banyak bekerja di sektor jasa yang cepat dapatkan duit.

Jadi petani tulen inikan lama proses untuk mendapatkan uang. Bisa butuh waktu 100 hari atau 3 bulan baru bisa menghasilkan duit. Misalkan tanam jagung, atau padi genja maka sekitar 3 bulan baru bisa.penen. Itupun kalau berhasil tapi kalau ada kejadian force major seperti gempa, seroja, dan cuaca ekstrim maka petani dapatkan hasil yang terbatas bahkan puso.

CNC : Orang kebanyakan berpendapat potensi kemiskinan dan stunting itu ada di desa. Pendapat anda?

BOW : Secara data di Indonesia locus kemiskinan itu ada di wilayah pedesaan. Petani kita di desa umumnya miskin karena perputaran uang lambat. Orang yang miskin berdampak stunting karena dia tidak punya kemampuan finansial untuk memperkuat dan mempertebal ekonomi keluarga di desanya.

Padahal desa adalah pundi-pundi ekonomi karena punya punya potensi pangan lokal yang beragam. Akan tetapi perputaran uang lambat. Nah bagaimana caranya agar bisa mempercepat roda perekonomian di desa agar bisa cegah irisan kemiskinan dan stunting. Salah satu cara adalah dengan membangun DEMO TANI.

Untuk membangunnya di sektor hulu butuh kolaborasi dengan Dana Desa. Dana APBD kabupaten/kota kita tandem dengan alokasi dana desa dari Kementerian Desa. Untuk sektor hilir kita bentuk jaringan suplay chain. Dari hasil produksi pangan lokal dibeli kembali oleh koperasi BumDes.

See also  BMKG Umumkan Musim Hujan di NTT Datang Lebih Awal

Demo Tani juga jadi cikal bakal terbentuknya kelompok UMKM yang disokong oleh perbankan, misalkan kredit usaha mikro atau KUR dari Bank NTT. Kemudian dari sisi pengolahannya libatkan BPOM untuk label halal dan dinas perindustrian/perdagangan.

Jika semuanya digerakan dalam satu matarantai maka terjadi percepatan perputaran ekonomi desa. Maka disana kemiskinan dan stunting bisa dicegah.

CNC : Apa yang dilakukan Dinas Pertanian provinsi dalam menatakelola Demo Tani di wilayah kabupaten.

BOW : Kita sudah memetakkan potensi wilayah dan potensi locally. Itulah yang kita berdayakan atau kita tingkatkan kapabilitasnya. Kita menggunakan pendekatan dalam membangun Demo Tani harus afirmatif. Atau menyebar kepada petani yang memang benar-benar miskin. Bukan petani yang ngaku-ngaku miskin untuk sekadar mendapatkan bantuan.

Yang lebih mengetahui kondisi riil rakyat di desa adalah pemerintah kabupaten. Oleh karena itu keterlibatan bupati/wakil dan Sekda adalah penting. Provinsi kan tidak punya wilayah dan kita hanya bergerak dari sisi pembinaan, pemetaan, pengawasan dan monitoring. Yang lebih tahu dan lebih mendapatkan manfaat kegatan Demo Tani adalah pemerintah di kabupaten. Dan sesungguhnya Integrated Farming itu adalah mengerjakan sesuatu yang locally.

Menjadikan NTT Lumbung Pangan Nasional bukanlah perkara mudah. Oleh karena ektor andalan NTT ada pada pertanian, peternakan dan perikanan maka mutlak perlu kita bangun kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten. Tidak terkecuali melibatkan media massa sebagai corong pembangunan bangsa. +++ marthen/CNC

Sumber : Dari GCPL dan NONA SARI Bikin Generasi NTT Bertambah Cerdas, Kuat, dan BAHENOL (Seri 3-Habis) – Citra News








Similar Posts