Pakan Pekarangan hingga Padi Nutri Zinc untuk Atasi ”Stunting” di NTT

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian NTT Joaz Umbu Wanda. (sumber : KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN)

KUPANG, KOMPAS – Angka tengkes (stunting) di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2023 berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia mencapai 37,9 persen. Dinas pertanian sebagai sektor utama dalam penyediaan pangan berikhtiar melakukan berbagai terobosan, mulai dari budidaya pangan di pekarangan hingga penyediaan benih padi yang bernutrisi tinggi.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian NTT Joaz Umbu Wanda, Sabtu (21/9/2024), mengatakan, tahun ini sebanyak 176 keluarga di NTT menjadi pelaku dalam program Pekarangan Pangan Lestari. Dari setiap kabupaten/kota dipilih delapan keluarga. ”Kami sesuaikan dengan kekuatan anggaran,” katanya.

Dengan bantuan modal berupa bibit dan alat pertanian, setiap keluarga membudidayakan tanaman hortikultura. Hasil tanaman kemudian diolah menjadi pakan beragam, bergizi, seimbang dan aman untuk mengentaskan dari stunting. Targetnya adalah para ibu hamil dan anak balita yang berpotensi stunting.

Tanaman dimaksud seperti kelor yang berdasarkan rekomendasi dari sejumlah ahli gizi dinilai punya nutrisi tinggi untuk mencegah dan mengatasi stunting. Tanaman itu cocok tumbuh di NTT yang alamnya dominan gersang dan minim pasokan air. Budidayanya pun tidak sulit.

Kelor banyak ditemukan di Nusa Tenggara Timur, September 2022. Daerah itu menjadi habitat terbaik kelor. (sumber : KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN)

Langkah lain adalah penangkaran benih padi bernutrisi tinggi yang oleh Kementerian Pertanian direkomendasikan untuk penanganan stunting. Namanya ”padi nutri zinc”. Penangkaran benih sudah dilakukan selama dua tahun terakhir dengan luas lahan mencapai 130 hektar.

Benih itu dibagikan kepada petani untuk ditanam di kebun masing-masing. Produktivitas padi nutri zinc sekitar 3 ton gabah kering giling per hektar. ”Hasilnya lebih rendah dari padi biasa, tetapi nutrisinya jauh lebih tinggi. Banyak keluarga sudah mengonsumsi ini,” katanya.

Kabupaten Timor Tengah Selatan menempati urutan tertinggi angka “stunting”, yakni 50,1. Itu berarti, satu dari dua anak balita di daerah itu dalam kondisi “stunting”. Prevalensi “stunting” di sana bahkan menjadi yang tertinggi di Indonesia.

Dalam catatan Kompas, hasil Survei Kesehatan Indonesia menunjukkan prevalensi stunting di NTT tahun 2023 pada angka 37,9. Angka ini naik dibandingkan tahun 2022 sebesar 35,3. Sebanyak 17 dari 22 kabupaten/kota di NTT mengalami kenaikan. NTT berada di peringkat nomor dua teratas setelah Provinsi Papua Tengah.

See also  Kegiatan Tanam Perdana Agroeduwisata: Kolaborasi Pemprov NTT dengan Keuskupan Agung Kupang

Dari 22 kabupaten/kota di NTT, Kabupaten Timor Tengah Selatan menempati urutan tertinggi angka stunting, yakni 50,1. Itu berarti, satu dari dua anak balita di daerah itu dalam kondisi stunting. Prevalensi stunting di sana bahkan menjadi yang tertinggi di Indonesia.

Paparan materi terkait prevalensi stunting dalam Rapat Kerja Kesehatan Daerah NTT di Kupang pada Selasa (25/6/2024) (sumber : KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN)

Padahal, pada 2023, total anggaran yang digelontorkan untuk penanganan stunting di NTT lebih kurang Rp 214,3 miliar. Rinciannya, dana alokasi khusus fisik Rp 36,3 miliar, bantuan operasional keluarga berencana Rp 137,9 miliar, dan pemberian makanan tambahan Rp 40,1 miliar.

Vinsen Kia Beda, Direktur Yayasan Pijar Timur Indonesia, mengatakan, upaya yang dilakukan dari sisi pangan perlu juga diikuti dari sektor lain, seperti penyediaan air bersih untuk mendukung sanitasi masyarakat. Di NTT, masih banyak daerah yang kesulitan mengakses air bersih.

”Sebab, kendati makanannya bergizi, penyajiannya tidak bersih karena kekurangan air, itu sama saja. Olahan itu malah bisa mendatangkan penyakit,” ucap Vinsen, yang selama belasan tahun terlibat mendampingi masyarakat dalam penyediaan air bersih.

Nonci Modok, kader posyandu di Desa Tesabela, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, mengatakan, pola hidup ibu sangat memengaruhi kesehatan anak. Ia sering mendapati banyak ibu malah memberi makanan instan kepada anak balita yang berpotensi mengalami stunting.

Anak balita di Desa Tesabela, Kabupaten Kupang, NTT, yang tumbuh sehat berkat konsumsi kelor, September 2022. Jumlah anak balita dengan tengkes berkurang. (sumber : KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN)

”Mereka kasih kuah mi untuk anak, padahal di dekat rumah ada tanaman kelor,” katanya. Hal itu lantaran rendahnya pemahaman seorang ibu. Banyak ibu dengan kehamilan yang tidak direncanakan dengan baik.

Sumber : Pakan Pekarangan hingga Padi Nutri Zinc untuk Atasi ”Stunting” di NTT – Kompas.id

Similar Posts