Inovasi Pertanian NTT: Dari Pengendalian Hama hingga Peningkatan Produktivitas
Di tengah tantangan perubahan iklim dan kelangkaan pupuk, sebuah laboratorium kecil di Desa Baumata, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, telah menjadi mercusuar inovasi pertanian di Nusa Tenggara Timur (NTT). Sub laboratorium hayati ini, di bawah naungan UPTD Perbenihan, Kebun Dinas dan Laboratorium Hayati (PKDLHP), telah konsisten mengembangkan solusi ramah lingkungan untuk masalah pertanian sejak tahun 1996.
Menjaga Tradisi, Membawa Inovasi
“Sub Laboratorium ini telah beroperasi selama hampir tiga dekade, namun semangat inovasi kami tidak pernah pudar,” ujar El Aplugi, SP, Koordinator Sub Laboratorium Baumata. Laboratorium ini, yang berada di bawah Seksi Pengelolaan Laboratorium Hayati dan Biopestisida UPTD PKDLHP, memiliki dua fokus utama yang telah mengubah wajah pertanian di NTT:
- Pengendalian OPT Oryctes dengan Baculovirus Sejak awal pendiriannya, laboratorium ini telah menjadi garda terdepan dalam memerangi hama Oryctes, yang terkenal merusak tanaman kelapa. “Baculovirus adalah senjata rahasia kami,” jelas Aplugi. “Virus ini secara spesifik menyerang Oryctes tanpa membahayakan serangga menguntungkan atau lingkungan.” Keberhasilan program ini telah membantu ribuan petani kelapa di NTT mempertahankan produksi mereka, menjaga kelestarian industri kopra yang vital bagi ekonomi daerah.
- Revolusi PGPR dalam Budidaya Hortikultura Inovasi terbaru dari tim Aplugi adalah pengembangan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). “PGPR adalah terobosan yang mengubah cara kami melihat pertanian,” kata Aplugi dengan antusias. “Ini bukan sekadar pupuk, tapi sekutu alami tanaman yang meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan terhadap penyakit.” Hasil penerapan PGPR pada tanaman kangkung telah menunjukkan hasil yang menakjubkan. Petani melaporkan pertumbuhan yang lebih cepat dan subur, serta waktu panen yang lebih singkat. “Dengan PGPR, kami bisa panen lebih cepat dan hasil lebih melimpah. Ini sungguh membantu di tengah kelangkaan pupuk,” ungkap salah seorang petani hortikultura setempat.
Dampak Ekonomi dan Lingkungan
Tanaman kangkung sebelum aplikasi PGPR
Tanaman kangkung setelah kurang lebih 2 hari pengaplikasian PGPR dan siap dipanen
Inovasi dari laboratorium Baumata tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga membawa dampak ekonomi yang signifikan. Petani dapat menghemat biaya produksi, terutama dalam hal pembelian pupuk kimia yang semakin langka dan mahal.
“Kami tidak hanya membantu petani menghasilkan panen yang lebih baik, tetapi juga mendorong praktik pertanian yang lebih berkelanjutan,” jelas Ir. Maria I. R. Manek, M.Sc, Kepala UPTD PKDLHP. “Ini adalah langkah penting menuju ketahanan pangan yang ramah lingkungan di NTT.”
Visi Ke Depan
Di bawah kepemimpinan Ibu Cristiana Hukom, SP. MT sebagai Plt. Kepala Seksi, laboratorium terus mengembangkan inovasi baru. “Kami sedang meneliti potensi PGPR untuk tanaman lain, serta mencari cara untuk meningkatkan efektivitas Baculovirus,” ungkap Hukom.
Laboratorium juga berencana untuk memperluas jangkauan layanannya, dengan harapan dapat membantu lebih banyak petani di seluruh NTT. “Mimpi kami adalah melihat setiap petani di NTT mengadopsi praktik pertanian yang ramah lingkungan dan produktif,” tambah ibu Maria.
Sub laboratorium hayati di Baumata adalah bukti nyata bahwa inovasi lokal dapat membawa perubahan besar. Dari pengendalian hama yang efektif hingga peningkatan produktivitas tanaman, laboratorium ini telah membuktikan diri sebagai aset berharga bagi komunitas pertanian di NTT.
Dengan komitmen yang kuat terhadap penelitian dan pengembangan, serta dukungan dari pemerintah daerah, masa depan pertanian di NTT tampak cerah. Laboratorium kecil di Baumata ini mungkin hanya setitik di peta, namun dampaknya terasa hingga ke provinsi, membawa harapan bagi pertanian yang lebih baik dan berkelanjutan di NTT.