Menyelamatkan Pisang Kapuk NTT dari Kepunahan: Langkah Strategis melalui Inovasi Kultur Jaringan

Kupang, NTT – Ancaman penyakit darah yang melanda tanaman pisang kapuk, salah satu komoditas unggulan dan plasma nutfah khas Nusa Tenggara Timur (NTT), mendorong para ahli dan praktisi pertanian untuk bergerak cepat. Jawabannya hadir dari dalam negeri sendiri, melalui sebuah inovasi berbasis sains: teknik kultur jaringan.
Inisiatif strategis ini dipelopori oleh UPTD Perbenihan, Kebun Dinas dan Laboratorium Hayati Perkebunan, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut nyata dari Kegiatan Praktisi Mengajar Kelas Bioteknologi Pertanian yang sebelumnya digelar pada akhir September 2022 silam, bekerja sama dengan Pakar Bioteknologi dari P4S V&M, Ir. Pranowo Singgihsandjojo.
Acara pelatihan yang berlangsung via Zoom dan praktik langsung di Laboratorium Hayati Kupang itu rupanya telah membuka wawasan dan membangkitkan semangat baru. Tidak berhenti pada teori, tim Laboratorium Hayati yang berada di bawah pimpinan Ir. Maria I. R. Manek, M.Sc (Kepala UPTD) dan Corry Nai Ulu, SP., M.Si (Penanggung Jawab Laboratorium), bersama dengan CPNS POPT (Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan), langsung mempraktikkan ilmu yang didapat.
Pisang Kapuk sebagai Fokus Utama

Mengapa pisang kapuk? Varietas pisang ini tidak hanya memiliki nilai ekonomi, tetapi juga merupakan bagian dari warisan biodiversitas (plasma nutfah) NTT yang sangat berharga. Serangan penyakit darah, yang menyebabkan tanaman layu dan mati, telah mengancam kelestariannya. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin pisang kapuk akan menuju kepunahan.
Kultur jaringan menawarkan solusi yang elegan. Teknik ini memungkinkan perbanyakan tanaman dalam jumlah besar, seragam, dan bebas penyakit dalam waktu yang relatif singkat. Dengan mengambil sedikit bagian jaringan (eksplan) dari tanaman induk yang sehat, para peneliti dapat menumbuhkannya dalam media steril di laboratorium untuk menghasilkan ratusan bahkan ribuan bibit baru.

Langkah Awal untuk Masa Depan yang Berkelanjutan
“Ini adalah langkah awal yang sangat penting. Kami belajar, mempraktikkan, dan berkomitmen untuk terus mengembangkan teknik ini,” ujar Ibu Dewi. Proses yang dimulai dengan pisang kapuk ini diharapkan dapat menjadi pilot project untuk menyelamatkan berbagai plasma nutfah pertanian dan perkebunan lain khas NTT yang juga terancam.
Dukungan dari seluruh pihak, termasuk tenaga muda seperti CPNS POPT, menunjukkan adanya regenerasi dan transfer ilmu yang berkesinambungan. Kolaborasi antara akademisi, praktisi ahli (P4S V&M Biotech), dan pemerintah (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT) melalui UPTD PKDLHP ini menjadi formula sukses untuk menghadapi tantangan pertanian modern.
Dengan semangat “belajar dan seterusnya”, Laboratorium Hayati Kupang tidak hanya sekadar menjalankan tugas, tetapi sedang menorehkan sejarah untuk menjaga warisan alam NTT agar tetap hidup dan menghidupi generasi mendatang. Upaya ini adalah bukti nyata bahwa sains dan teknologi, ketika diterapkan dengan tepat, dapat menjadi senjata ampuh untuk melestarikan kekayaan biodiversitas Indonesia.
#KulturJaringanNTT#SelamatkanPisangKapuk#BioteknologiUntukNTT#PlasmaNutfahNTT
#PertanianModernNTT#InovasiPertanian#LaboratoriumHayatiKupang#PisangKapokNTT#PertanianBerkelanjutan#DistanpangNTT#POPTNTT#P4SVMBiotech#KedaulatanPanganNTT#LestarikanBudidaya#CPNSHebatNTT