NTT Menuju Swasembada Pangan: Integrasi Darat dan Laut untuk Ketahanan Pangan Nasional

Kupang, Agustus 2025 – Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kini berada dalam lintasan strategis pembangunan ketahanan pangan nasional. Langkah besar menuju swasembada pangan diperkuat melalui sinergi lintas sektor yang terwujud dalam Rapat Koordinasi Desk 8 bertema “Sinergitas Implementasi Program Pemerintah Pusat di NTT dalam Mewujudkan Swasembada Pangan dari NTT untuk Indonesia”, yang digelar pada Rabu, 6 Agustus 2025, di Ruang Rapat Staf Khusus Gubernur.

Desk ini dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT dan turut dihadiri oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT serta Kepala Dinas Pertanian kabupaten/kota se-NTT dan Instansi terkait. Pada kesempatan tersebut, Dirjen Tanaman Pangan dari Kementerian Pertanian RI memberikan pemaparan utama terkait arah kebijakan pangan nasional dan program prioritas tahun 2025.

Rakor tersebut menjadi momentum penting untuk menyatukan visi pembangunan pertanian dan kelautan NTT. Forum ini berhasil mengidentifikasi tantangan utama yang dihadapi, serta merumuskan solusi dan rencana aksi konkret untuk memperkuat produksi dan distribusi pangan di seluruh wilayah provinsi.

Membangun Ketahanan Pangan di Tengah Gejolak Global

Pemerintah pusat menegaskan bahwa krisis pangan global tidak lagi menjadi isu regional, melainkan ancaman lintas negara yang nyata. Lonjakan harga pangan secara global, embargo ekspor beras oleh negara produsen, serta dampak perubahan iklim telah mendorong Indonesia untuk mempercepat pencapaian empat pilar ketahanan nasional: swasembada pangan, makanan bergizi, ketahanan energi berbasis biofuel, dan hilirisasi pertanian.

Dalam konteks ini, NTT diposisikan sebagai salah satu kawasan strategis produksi pangan nasional. Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menetapkan berbagai program prioritas untuk mendukung swasembada pangan di wilayah ini, termasuk optimalisasi lahan, modernisasi pertanian, penguatan benih, dan pemberdayaan pekarangan pangan bergizi.

Optimalisasi Produksi: Dari Oplah hingga Pompanisasi

Target pengembangan lahan di NTT sangat ambisius. Program Optimalisasi Lahan (Oplah) seluas 500.000 ha ditargetkan menghasilkan 2,5 juta ton GKG atau sekitar 1,5 juta ton beras. Selain itu, strategi pompanisasi tadah hujan, cetak sawah baru, serta pemanfaatan lahan diproyeksikan menyumbang produksi total sebesar 10,14 juta ton GKG (setara 6,09 juta ton beras), dengan dukungan anggaran mencapai Rp23,61 triliun.

Penguatan benih menjadi pilar penting dalam mendukung keberlanjutan produksi. Program Mandiri Benih tengah dikembangkan di Manggarai Barat dan Sumba Barat, sejalan dengan peningkatan kapasitas produsen benih lokal berbasis prinsip “6 Tepat”.

Di sisi pangan rumah tangga, bantuan pekarangan ubi jalar disiapkan untuk 2.500 desa, dengan masing-masing mendapat 3.200 stek per desa. Langkah ini menjadi bagian dari strategi penyediaan makanan bergizi dan diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal.

Membangun Pertanian NTT: Modernisasi Alsintan dan Kolaborasi Pentahelix

Transformasi pertanian di NTT tak lepas dari modernisasi alat dan mesin pertanian (alsintan) yang terus didorong oleh Kementerian Pertanian. Efisiensi dan produktivitas menjadi kunci, di tengah keterbatasan sumber daya manusia dan kondisi geografis yang menantang.

Namun, keberhasilan program-program ini sangat bergantung pada pendekatan kolaboratif. Rakor Desk 8 menggarisbawahi pentingnya model pentahelix kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan dunia usaha dengan melibatkan masyarakat dan media. Pendekatan ini diyakini mampu menjembatani kesenjangan antarlevel dan mempercepat implementasi kebijakan di lapangan.

Laut sebagai Masa Depan: Kelautan dan Perikanan untuk Swasembada

NTT memiliki garis pantai sepanjang 5.726 km, 904 desa pesisir, dan lebih dari 600 pulau. Potensi kelautan ini menjadi tulang punggung strategis dalam mendukung swasembada pangan. Fokus diarahkan pada tiga subsektor utama: rumput laut, garam rakyat, dan perikanan tangkap.

Rumput laut menjadi komoditas ekspor unggulan dengan luas lahan potensial mencapai 50.000 hektare. Sayangnya, baru kurang dari 30% yang dimanfaatkan. Empat klaster pengolahan rumput laut telah ditetapkan di Kabupaten Kupang, Sikka, Sumba Timur, dan Manggarai Barat. Fluktuasi produksi akibat akses modal, ketersediaan bibit unggul, serta persoalan tata ruang laut menjadi tantangan yang harus segera diatasi.

Garam rakyat, dengan produksi mencapai 39 ribu ton pada 2023, juga menghadapi kendala kualitas. Garam dari tambak tradisional di Kupang dan Sumba Timur belum memenuhi standar industri, sehingga belum dapat dimaksimalkan untuk ekspor maupun serapan industri nasional. Pemerintah provinsi mendorong pendampingan teknis dan investasi infrastruktur pengolahan untuk mendorong subsektor ini menjadi lebih kompetitif.

Perikanan tangkap menunjukkan stabilitas produksi sebesar 191 ribu ton pada 2023. Wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 713 dan 714 menjadi lokasi tangkapan utama. Untuk penguatan industri hilir, dibentuk empat klaster perikanan tangkap yang tersebar di Kota Kupang, Sikka, Sumba Barat Daya, dan Manggarai Barat. Saat ini terdapat 78 Unit Pengolahan Ikan (UPI) dan 33 cold storage di berbagai titik strategis, namun masih membutuhkan modernisasi dan penguatan manajemen rantai pasok.

Satgas Swasembada dan Langkah Lanjutan

Sebagai langkah konkret lanjutan, Pemerintah Provinsi melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan tengah menginisiasi pembentukan Satgas Swasembada Pangan Provinsi. Satgas ini berfungsi sebagai motor koordinasi lintas sektor dan lintas tingkatan, untuk memastikan sinergi kebijakan dan implementasi program berjalan efektif dan terarah.

Rakor Desk 8 juga merekomendasikan penggunaan 20% dana desa untuk penguatan sektor pangan, pengembangan pangan lokal sesuai karakter wilayah, peningkatan insentif penyuluh, serta percepatan sistem pertanian terpadu berbasis kawasan.

Similar Posts