Kolaborasi Pemerintah dan Petani di Amanuban Selatan: Mendukung Ketahanan Pangan dan Pengembangan Beras Nona Bena

Amanuban Selatan, TTS, 6 November 2024 –  Desa Bena di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menjadi salah satu kawasan potensial dalam mendukung ketahanan pangan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Terletak di tengah lahan pertanian seluas 3.515 hektar yang dialiri oleh Daerah Irigasi (DI) Bena dan DI Linamnutu, kawasan ini mampu mendukung budidaya padi bagi sekitar 4.200 petani setempat.

Di tengah upaya mendukung ketahanan pangan di Nusa Tenggara Timur, Desa Bena di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menunjukkan potensi besar dengan lahan persawahan yang luas dan komitmen petani yang tinggi.

Dengan dukungan pemerintah dan berbagai pihak, Desa Bena bersiap menghadirkan produk unggulan, yaitu “Beras Nona Bena,” yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan lokal sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat.

Plt. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT menyampaikan bahwa kolaborasi ini merupakan langkah integratif yang mengedepankan sinergi dan sistematis.

“Kalau kita kerja sendiri memang berat, tapi dengan dukungan dari Bulog, Bank NTT, distributor pupuk, dan pihak lainnya, kami yakin tantangan ini bisa diatasi,” ujarnya. Pupuk, sebagai elemen penting dalam proses tanam, diharapkan dapat tersedia dengan sistem “7 tepat”.

“Dengan pupuk yang tepat, produksi meningkat, nilai ekonomi bertambah, dan kesejahteraan petani pun terangkat,” tambahnya. Ia juga berharap agar “Beras Nona Bena” dapat memenuhi kebutuhan pangan lokal, serta membantu mengurangi angka kemiskinan dan stunting yang masih tinggi di wilayah Amanuban Selatan.

Thontji Delseran, Kepala BPP Penite Amanuban Selatan

Pernyataan dari Kepala BPP Penite juga menekankan pentingnya dukungan benih dan pupuk dalam keberhasilan pertanian. “Areal persawahan di Desa Bena membutuhkan dukungan pemerintah, terutama pergantian benih padi yang saat ini terserang penyakit.

Untuk pupuk, tahun 2024 kami sudah mendapat alokasi subsidi hampir 1.800 ton, terdiri dari urea dan NPK. Namun, kemampuan petani dalam menebus pupuk subsidi ini masih terbatas, jadi kami harap ada dukungan lebih lanjut dari pihak perbankan, termasuk Bank NTT yang telah hadir,” jelasnya.

Roni Nubatonis, Ketua kelompok tani “sahabat desa”

Ketua Kelompok Tani Sahabat Desa turut menyampaikan tantangan yang sering dihadapi petani di Bena, terutama terkait pasokan air dan modal. “Kami sering kekurangan air saat musim kemarau, dan kami berharap ke depan bisa dibantu dalam penyediaan sumber air sehingga lahan yang bisa kami tanam dapat bertambah.

See also  Tingkatkan Usaha Tani Perdesaan, Kementan Gelar Workshop Program Unggulan

Soal modal, kami sudah bekerja sama dengan Bank NTT melalui fasilitas kredit mikro merdeka dari pemerintah Kabupaten. Saat ini, sudah ada 72 petani yang dapat mengakses kredit sebesar Rp5 juta per orang untuk lahan 50 are. Ke depan, harapannya dukungan kredit bisa meningkat menjadi Rp10 juta per hektar, sehingga lebih banyak petani bisa terlibat,” katanya.

Selain itu, kelompok tani ini berencana melakukan branding pada produk beras mereka dengan nama “Beras Nona Bena.” “Dukungan pemerintah, baik dari provinsi maupun kabupaten, sangat berarti bagi kami untuk mengangkat produk ini,” tambahnya.

Di sisi pemasaran, Plt. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT menekankan pentingnya kapitalisasi hasil produksi lokal untuk memenuhi kebutuhan pasar. “Kita punya potensi besar untuk memenuhi kebutuhan beras di Kota Kupang, terutama sektor HOREKAWAR (hotel, restoran, kafe, dan warung) yang selama ini masih mengandalkan pasokan dari Makassar atau Surabaya.

Ini momentum bagus bagi kita untuk mengoptimalkan pasar dari sini sendiri,” katanya. Dengan demikian, ia berharap produksi beras lokal dapat mengurangi ketergantungan pada impor, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani di TTS.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa kapitalisasi pangan lokal juga mendukung program makan bergizi gratis, sesuai inisiatif Presiden Pak Prabowo. “Pangan lokal kita cukup beragam, ada beras, jagung, hortikultura, dan ikan yang kaya protein. Stunting perlu diatasi dengan menyediakan protein yang cukup. Harapan kami, ke depan Dinas Perikanan bisa menyediakan kolam ikan di sini untuk mencukupi kebutuhan protein masyarakat,” jelasnya.

Dalam hal penyediaan benih, Plt. Kepala Dinas Pertanian menjelaskan bahwa pihaknya telah berdiskusi dengan BPP untuk menerapkan pola penangkaran lokal. “Kawasan 500 hektar ini akan menjadi Sekolah Lapang untuk penangkaran benih in situ, agar petani tidak perlu mengambil benih dari luar.

See also  Penjelasan Kadis Pertanian NTT Soal Hama Tanaman Pisang 

Kebutuhan benih sekitar 10-12 ton ini akan dikelola oleh kelompok tani setempat dan diawasi oleh UPTD Pengawasan Sertifikasi Benih NTT,” terangnya. Dengan penangkaran lokal, diharapkan ada sirkulasi ekonomi di desa tersebut, di mana penangkar dan petani mendapatkan manfaat ekonomi, dan benih tersedia sesuai waktu tanam yang tepat.

Di akhir penyampaiannya, Plt. Kepala Dinas Pertanian Provinsi NTT menyampaikan apresiasi kepada Bank NTT yang telah memfasilitasi kredit mikro sebesar Rp5 juta per setengah hektar, yang saat ini telah dimanfaatkan oleh 70 petani. Ia juga berharap adanya dukungan tambahan dari CSR, Bulog, dan distributor pupuk untuk menjadikan kawasan ini sebagai lumbung pangan Kabupaten TTS dan bahkan kabupaten lain di sekitarnya.

Melalui kolaborasi ini, Pemerintah Provinsi NTT optimistis bahwa Desa Bena dan sekitarnya dapat menjadi contoh keberhasilan program ketahanan pangan berbasis komunitas. Dengan adanya “Beras Nona Bena” dan berbagai dukungan lainnya, produksi beras lokal diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan regional, meningkatkan taraf hidup petani, dan secara bertahap mengurangi angka kemiskinan serta stunting di wilayah NTT.

Similar Posts