Program MBG, Yuk Gunakan Pangan Lokal dan Kurangi Sisa Pangan

Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu program strategis pemerintah. Program tersebut bukan hanya tentang menyediakan makanan, melainkan juga tentang membentuk generasi masa depan yang sehat secara fisik dan sadar secara ekologis. Selain itu, program MBG juga menopang keberlanjutan ekosistem pangan hulu hilir karena menyerap hasil produk petani dalam negeri
Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional (Bapanas), Sarwo Edhy mengatakan, Program MBG merupakan bagian dari agenda besar pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan yang inklusif dan berkelanjutan. Keberhasilan MBG akan memperkuat fondasi ketahanan pangan nasional dan mendukung visi Indonesia Emas 2045.
”MBG bukan hanya tentang memberi makan, tetapi tentang membangun generasi yang sehat secara fisik dan sadar secara ekologis,” ujar Sarwo Edhy saat Bincang Pangan Sehat Lestari bertajuk “Perspektif Lingkungan pada Program Makan Bergizi Gratis”.yang berlangsung secara hybrid di Jakarta, Selasa (27/5)
Untuk itu Sarwo menegaskan, perlunya kolaborasi lintas sektor, dari mulai pemerintah, dunia usaha, legislatif, dan masyarakat sipil, untuk menjadikan MBG sebagai kebijakan transformatif dalam sistem pangan dan gizi nasional.
Sementara itu, Deputi Promosi dan Kerjasama Badan Gizi Nasional, Nyoto Suwignyo menambahkan, MBG tidak hanya menyediakan asupan nutrisi, tetapi juga menjadi ruang edukasi penting bagi peserta didik untuk memahami pentingnya konsumsi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
UNESCO (2020) menyebutkan bahwa pendekatan Education for Sustainable Development (ESD) memiliki peran strategis dalam membentuk kesadaran lingkungan sejak usia dini. Karena itu, dalam program MBG menekankan pentingnya integrasi nilai-nilai keberlanjutan ke dalam proses belajar di sekolah, mulai dari pemilihan bahan pangan hingga pengelolaan sisa makanannya.
“Jika MBG dapat mengajarkan anak-anak bahwa menyisakan makanan bukan hanya soal etika, tapi juga soal tanggung jawab terhadap bumi, maka program ini akan menghasilkan dampak jangka panjang yang jauh lebih luas,” ujar Nyoto.
Untuk memperkuat sinergi antara kebijakan pangan dan kelestarian lingkungan, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menggandeng Jejaring Pasca Panen untuk Gizi Indonesia (JP2GI), serta didukung Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN).
Ketua JP2GI, Soen’an Hadi Poernomo mengatakan, MBG adalah kebijakan yang berpotensi menjadi model inspiratif bagi negara lain. Namun Ia menyoroti pentingnya MBG sebagai solusi terpadu terhadap masalah gizi dan ketimpangan akses pangan, sekaligus sebagai sarana penguatan ekosistem pangan lokal.
“Tantangan global hari ini adalah menyediakan pangan yang sehat dan adil tanpa merusak ekosistem. MBG harus menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan publik dapat menjawab krisis pangan dan krisis iklim secara bersamaan,” tambah Soen’an.
Namun demikian di sisi lain, dalam penyediaan makanan bergizi secara massal membawa risiko peningkatan susut dan sisa pangan. Berdasarkan laporan Kementerian PPN/Bappenas, Indonesia menghasilkan susut dan sisa pangan (food loss and waste) sebesar 115 hingga 184 kilogram per kapita per tahun pada periode 2000–2019.
Secara agregat, ini setara dengan 23 hingga 48 juta ton makanan yang terbuang setiap tahunnya. Tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi mencapai Rp213 hingga Rp551 triliun per tahun, fenomena ini juga memberikan dampak lingkungan besar, bahkan berkontribusi terhadap 7,29% total emisi gas rumah kaca nasional. Hal ini juga setara dengan kehilangan pangan untuk 60-120 juta orang.
Dalam konteks MBG, tantangan ini menjadi sangat relevan, karena MBG menargetkan 82 juta penerima manfaat. Tanpa desain program yang berorientasi pada efisiensi dan sirkularitas, MBG berpotensi memperparah masalah susut dan sisa pangan yang meningkatkan tekanan terhadap sistem pengelolaan limbah.
Rinna Syawal, Direktur Keanekaragaman Konsumsi Pangan Bapanas, menyoroti pentingnya diversifikasi konsumsi dan pemanfaatan bahan pangan lokal yang berjejak karbon rendah pada Program MBG.
Sedangkan, Nita Yulianis, Direktur Kewaspadaan Pangan mengatakan, perlu ada strategi sinergi penyelamatan pangan, termasuk konsep redistribusi makanan berlebih, serta pentingnya edukasi pengurangan sisa pangan di sekolah kepada peserta didik penerima manfaat MBG sebagai agent of change Stop Boros Pangan sejak dini.
Agus Rusly, dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan urgensi pendekatan ekonomi sirkular dalam pengelolaan sampah makanan. Menurutnya, pengurangan sisa pangan bukan hanya memperbaiki neraca lingkungan, tetapi juga menekan biaya ekonomi dan memperkuat ketahanan pangan.
Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), telah menetapkan target penyelamatan pangan sebesar 3-5 persen setiap tahunnya selama periode 2025 hingga 2029. Target ini mencerminkan komitmen nasional dalam menekan angka susut dan sisa pangan sekaligus memperkuat ketahanan pangan.
Dalam seminar ini menyepakati bahwa Program Makan Bergizi Gratis (MBG) harus menjadi bagian integral dari upaya pencapaian target tersebut. Strategi yang direkomendasikan meliputi penguatan edukasi konsumsi bertanggung jawab di sekolah, pengawasan rantai distribusi pangan, serta optimalisasi pemanfaatan kembali makanan layak konsumsi melalui pendekatan kolaboratif dan berbasis komunitas.
Sumber : Program MBG, Yuk Gunakan Pangan Lokal dan Kurangi Sisa Pangan